Tengah hari ketika pikiranku jelas sedang sangat kacau. Antara marah, kesal, dan muak. Seperti pasangan kebanyakan. Ya, aku sedang bertengkar dengan pasanganku. Pertengkaran yang hebat, belum lagi ditambah panasnya hari ketika siang itu. Seperti biasa saat aku sedang kesal, semua kulampiaskan dengan cara makan atau jajan sebanyak mungkin tanpa pernah aku hitung banyaknya. Asal aku puas atau bahkan sampai perut meledakpun aku tak peduli.
Ketika aku kembali dari warung itu, aku menerima telvon tak terjawab. Sebuah nomor asing yang sama sekali tak ku kenal. Aku coba telvon kembali, mungkin saja itu penting. Dan benar saja, itu berita terpenting sepanjang tahun ini. Bukan berita baik, justru buruk, berita terburuk yang sudah pernah ku alami sebelumnya. Sahabatku yang sudah seperti adik untukku, gadis hitam manis itu, Cut Intan Mutia, dia meninggal dunia. Awalnya aku masih tidak percaya. Bagaimana mungkin percaya, baru kemarin aku bersmsan dengan dia. Dengan tata bicaranya yg selalu berantakan, seperti biasanya. Antara percaya dan tak percaya, dengan tangan yang sudah dingin dan gemetaran, airmata yg segan untuk keluar, aku coba menenangkan diri dan mericek ulang berita aneh ini.
Setelah aku mandi dan hendak kerumah dukanya, aku coba berpikir ulang. Mungkin aku di kerjai oleh dia sendiri, yang ada dipikiranku saat itu, pasti dia sedang tertawa terbahak-bahak melihatku kebingungan dan menangis mendatanginya. Langsung saja aku menelvon ke nomornya langsung. Bukan dia yang mengangkat telvon itu, tapi kakaknya. Jelas saja aku kaget dan benar ternyata berita ini. Hanya yg aku sedikit kesalkan dari pertanyaan kakaknya, dia menanyakan teman mendiang yg lain. Bukan aku yg diharap untuk datang kesana, tapi orang lain. Tapi aku coba mengerti dan tidak memperdulikan perasaan kesal ini. Tanpa melihat baju yg ku kenakan, dan jilbab yg menor aku bergegas kerumah duka. Sesampainya di gang rumahnya, ku lihat jelas ada bendera merah yg semakin menguatkan kabar buruk itu. Tanpa sadar, aku bahkan sudah bukan berjalan, tapi berlari menuju rumahnya yg cukup jauh dari depan gang itu. Aku berlari tanpa peduli dengan orang di sekeliling yg mungkin menertawakan kebingunganku. Sesampainya disana, suasana yg sangat tak asing, suasana pedih yg lebih dari sekali aku alami. Ditutupi tenda duka dan suara yasin dari para ibu tetangganya. Yang aku lihat ketika didepan rumahnya hanya kaki yg tertutupi kain coklat batik dan selendang putih. Masi serasa tak percaya, selesai para ibu itu melantukan surat yasin dan alunan ayat lain aku beranjak masuk lewat pintu belakang rumahnya. Kudapati dia terbujur kaku didepan mataku, terlihat jelas di depan mataku. Kondisinya ditutupi kain putih bekas jilbab yg sering dikenakannya, aku hapal betul. Ingin kubuka selendang itu, tapi keberanianku masih tak cukup. Dan datang seorang ibu lalu membuka selendang itu, astaghfirullah jelas itu dia, benar itu dia, ingin rasanya aku menganggap bahwa aku sedang mimpi buruk dan akan terbangun dipagi hari tanpa perlu mengingat hal buruk itu. Tapi tak bisa, berkali aku memejamkan mata dan membukanya tetap sebujur tubuh tak bernyawa yang sudah dingin tertidur pulas dihadapanku. Dia.. sahabatku, sahabat yang sudah seperti saudara selama 2 tahun belakangan. Sahabat sejalan, satu pemikiran dan tujuan. Ini apa, aku kenapa, dia kenapa, ada apa dengan hari ini, apa salahku sampai aku harus datang dan melihat ini semua. Ribuan pertanyaan terotak di kepalaku. Menangis, nyaris meraung (lagi) aku diruang hening itu. Lemah seolah tak punya kaki untukku bertumpu. Baru 3 tahun aku bisa berdiri lagi sepeninggal orangtuaku, dan kini orang penting yang tersisa.. Sahabat yg paling mengerti semua kondisi terburukku. Dia yang tersisa dari beberapa orang penting yg cukup mengerti aku. Tapi... yang PALING MENGERTI HANYA DIA. Aku bingung, tak tau harus apa setelah ini, ingin rasanya aku menyusulnya dan ibuku. Mereka yg terpenting justru perlahan meninggalkan aku di dunia yg makin keras ini. Tapi tidak, aku harus tetap kuat, aku harus tetap punya masa depan, biar mereka meninggalkanku secara tubuh, tapi aku yakin mereka tetap hidup didalam hatiku. Mereka yang terpenting. Semua proses aku ikuti, mulai dari menyolatkan sampai di pemakaman. Ketika ia selesai di kafani, aku ikut masuk ke dalam dan melihat wajahnya untuk terakhir kalinya. Kulihat begitu indah, manis, sekilas hanya tampak seperti sedang tidur. Satu persatu keluarganya mencium kening dan pipinya yg sudah mendingin, begitu pula denganku, ku kecup hangat pipi kiri dan keningnya yang sangat dingin dan berharap bisa menghangatkan tubuhnya yg seperti membeku. Aku, sahabatnya dan kekasihnya. Saat termanis untuk terakhir, saar terakhir yang paling berkesan dan takkan pernah ku lupakan. Jujur sepanjang hidup aku tak suka di cium apalagi mencium perempuan. Ketika itu yg terotak di kepalaku, itu adalah ciuman pertama dan terakhir dariku untuknya. Ku sholatkan ia bersama sahabatnya yg ikut menemaniku. Kami hantarkan ia ke tempat peristirahatan terakhirnya. Pertama kali aku melihat sebuah tubuh manusia dimasukkan ke dalam tanah, hanya dia yg pertama dan kuharap pemakaman terakhir yg kuhadiri. Sakit, sesak dada ketika aku melihat tubuhnya di masukkan ke liang lahat itu. Aku berpikir apa rasanya didalam sepetak tanah yg dingin itu, dia pasti kesepian dan kedinginan. Tapi sudahlah, semua sudah ditetapkan oleh Allah. Dia sudah dipanggil oleh pemiliknya. Aku ikhlas meski masih merasa kebingungan hingga detik ini.
Masih banyak impian belum kami wujudkan. Yang selalu kuingat dari dia, dia hanya mau aku menikah dengan satu pria yang ia setujui keberadaannya dan karena menurutnya memang dialah yang pantas mendampingiku. Impian kami untuk menikah di hari yang sama. Impian panjang yang takkan pernah terjadi, karena salah satu pelakonnya sudah pensiun dari perannya.
Satu-satunya hal yang masih belum ku terima dari kepergiannya adalah pengertiannya. Tak ada satupun orang yang bisa sepengertian dia. Tak ada yang mengetahui baik buruknya sikapku selain dia. Tak ada yang bisa meminjamkan bahunya dan kembali membuatku tertawa seperti dia. Tak akan ada lagi yang bilang aku punya kembaran. Dan tak ada satupun orang yang bisa menggantikan posisinya.
Ya Allah ya rabb, aku titipkan dia bersama orang orang beriman yang memiliki tempat paling sejuk di sisi Mu. Titipkan ia bersama ibu dan ayahku di surga. Ampunkan semua dosanya dan terimalah semua hal baik yang pernah ia lakukan, baik padaku ataupun sahabatnya yang lain. Aku yakin dia sudah menjadi bidadari tercantik disana.. Dia yang sangat dicintai oleh banyak orang karena keramahan dan kebaikannya. Hey gek ku yang paling manja, sampai ketemu di taman indah surga nanti yah... Kelak ketika udah ketemu, kita harus tetap jadi sahabat paling bandel disana hihi :') Aku menyayangimu, adik ku...